Pada dahulu kala ada sebuah kerajaan kecil di pulau Mintin, Kalimantan Tengah. Kerajaan itu di pimpin oleh raja yang arif dan bijaksan. Kehidupan rakyatnya terjamin dan sejahtera, rakyat sangat mencintai raja dan permaisuri.
Cerita Kutukan Raja Pulau Mintin
Suatu hari, permaisuri terserang penyakit aneh dan akhirnya meninggal dunia. Raja sangat berduka, ia menjadi kehilangan semangat dalam menjalankan pemerintahan. Oleh karena itu, ia bermaksud berlayar untuk menghilangkan semua kesedihannya hatinya.
Saat mengutarakan rencananya, penasehat kerajaan bertanya.
"
Lalu siapakah yang akan menjalankan pemerintahan selama baginda pergi?"
Raja berpikir sejenak, lalu menjawab "
Kukira putra kembarku. Naga dan Buaya pasti mampu menjalankan tanggung jawab ini. Tolong bantu mereka jika menghadapi kesulitan....!"
Sang penasehat mengangguk tanda mengerti. Setelah itu raja memanggil kedua putra kembarnya.
"
Anak-anakku, Ayahanda akan pergi sejenak untuk berlayar. Sepeninggal ibu kalian, Ayah merasa kehilangan semangat hidup. Jadi Ayah pikir, ada baiknya jika Ayah pergi sejenak untuk menenangkan diri. Sebab itu, Ayah minta kalian untuk menjalankan pemerintahan selama kepergian Ayah!" pesannya.
Meski Naga dan Buaya adalah anak kembar. namun, sifat keduanya sangatlah bertolak belakang. Buaya yang bersifat baik dan pemurah, menjawab permintaan ayahnya.
"
Jangan khawatir, Ayah pergilah. Ananda berharap Ayah selamat dalam perjalanan dan pulang dalam keadaan yang lebih baik". ucapnya Buaya.
Sedangkan Naga yang sifatnya bertolak belakang dengan Buaya, merasa kalau permintaan ayahnya itu sebagai beban "
Hmm...tapi tak apalah. Jika ayah pergi, aku bisa menggunakan harta kerajaan untuk bersenang-senang" pikir Naga dalam hatinya.
Setelah raja berangkat, Naga mulai berulah. Ia tidak mau mendampingi Buaya menjalankan pemerintahan. Sehari-hari, kerjanya hanya tiduran dan bersenang-senang. Ia bahkan memaksa penasehat kerajaan untuk memberinya uang setiap hari, dan semua uang itu ia habiskan untuk berjudi.
Karena kesal dengan tingkah laku Naga, Buaya lalu menghadap penasehat kerajaan untuk menegur Naga. Namun, Naga tidak mengindahkan semua nasehat. Ia bahkan mengancam akan melaporkan penasehat kerajaan pada ayahnya.
"Aku akan bilang pada Ayah, bahwa kau yang telah menghambur-hamburkan uang kerajaan. Ayah pasti lebih percaya pada anaknya sendiri" kata Naga dengan sombong. Penasehat kerajaan pun tidak berani menasehati Naga lagi.
Hari berganti hari, tingkah laku Naga pun semakin menjadi-jadi. Bersama para pengawalnya, ia mendatangi rumah-rumah penduduk dan memaksa mereka untuk membayar pajak yang lebih besar. Mendengar tindak tanduk Naga, Buaya menjadi sangat marah. Tanpa membuang waktu, ia mendatangi Naga dan menegurnya.
"Naga, apa yang kau lakukan? Bukankah kau seharusnya menjalankan amanah yang dii berikan Ayah?" ucap Buaya menegur Naga.
Sambil tertawa-tawa, Naga mengejeknya "Buaya, kau memang pengecut. Apa gunanya menjadi raja, jika tidak bisa bersenang-senang...! ha...ha...ha...!!".
Buaya tidak tahan lagi, ia bertekad untuk menghentikan semua perbuatan Naga. Namun, Naga pasti tidak akan menyerah begitu saja. Dengan segenap kekuatannya, ia melawan Buaya. Pertempuran pun tak terelakkan. Dengan membawa pasukan masing-masing, mereka bertempur habis-habisan. Korbanpun berjatuhan, banyak pengawal yang mati sia-sia.
Di tengah perjalanannya, hati raja gundah gulana. Ia merasa sesuatu sedang terjadi di kerajaannya, ia lalu memerintahkan awak kapal untuk pulang. Firasatnya benar. Sesampainya di kerajaan, ia melihat banyak mayat bergelimpangan dimana-mana. Belum hilang rasa herannya, ia melihat kedua putra kembarnya sedang bertarung.
"Apa-apaan ini...?" teriak sang raja. Naga dan Buaya serentak menoleh pada ayahnya. Mereka langsung menghentikan pertarungan.
Buaya menghampiri raja dan berkata "Ampun Ayah, Ananda hanya ingin menghentikan tindakan Naga yang semena-mena".
"Bohong! Ia iri padaku. Ia ingin menjadi raja tunggal, dan ingin membunuhku!" teriak Naga.
"Apapun itu, kalian telah menyia-nyiakan kepercayaan Ayah. Lihatlah, berapa banyak korban jatuh gara-gara ulah kalian?" jawab raja dengan marah.
Langit menghitam dan petir menggelegar, ketika raja berteriak meluapkan amarahnya.
"Demi ibumu, aku harus menghukum kalian berdua! Buaya, jadilah kau seekor buaya. Ayah tahu tujuanmu baik, melindungi rakyat. Tapi, kau juga menyengsarakan mereka. Maka tinggallah di pulau ini, dan jagalah rakyat dari serangan musuh".
Seketika, berubahlah Buaya menjadi seekor buaya yang diiringi suara petir yang terus menggelegar. Melihat saudaranya telah berubah menjadi buaya, Naga pun ketakutan.
"Ampun ayah, maafkan aku!" Naga memohon ampun.
Raja memandang anaknya dengan penuh penyesalan.
"Naga, jadilah kau naga yang sesungguhnya. Karena kesalahanmu, semuanya menjadi kacau. Pergilah dari pulau ini, tinggallah di sungai Kapuas. Tugasmu adalah menjaga sungai Kapuas agar tidak ditumbuhi cendowan bantilung".