Namun dorongan rasa cinta terhadap Dewi Anjani, telah melupakan pesan Bhatara Surya. Dewi Windradi memberika Cupumanik Astagina kepada Dewi Anjani, disertai pesan agar tidak menunjukan benda tersebut kepada ayahnya maupun kepada kedua adiknya.
Sebuah kesalahan dilakukan oleh Anjani. Suatu hari, ia ingin mencoba kesaktian Cupumanik Astagina yang disaksikan kedua adiknya. Terjadilah keributan diantara mereka, mereka saling berebut Cupumanik Astagina. Anjani menangis mengadu pada ibunya, sementara Guwarsa dan Guwar Resi mengadu kepada ayahnya. Bahkan secara emosi, Guwarsa dan Guwa Resi menuduh ayahnya. Resi Gotama telah berbuat tidak adil dengan menganak emaskan Rinjani.
Tuduhan kedua putranya membuat hati Resi Gotama sedih dan prihatin, sebab ia tidak pernah berbuat seperti itu. Segera ia memerintahkan Jembawan, pembantu setianya untuk memanggil Dewi Anjani dan Dewi Windradi. Karena takut dan rasa hormat kepada ayahnya. Dewi Anjani menyerahkan Cupumanik Astagina kepada ayahnya. Anjani berterus terang kalau benda itu pemberian dari ibunya.
Sementara Dewi Windradi hanya diam membisu tidak berani berterus terang, darimana ia mendapatkan benda kedewataan tersebut.
Sikap diam Dewi Windradi, membuat Resi Gotama marah dan mengutuknya menjadi patung batu, yang dengan kesaktiannya, dilemparkannya dan jatuh di taman Argasoka Kerajaan Alengka, dimana kelak akan menjelma kembali menjadi manusia setelah dihantamkan ke kepala raksasa.
Demi keadilan, Resi Gotama melemparkan Cupumanik Astagina ke angkasa. Siapapun yang menemukan benda tersebut, ialah pemiliknya. Karena dorongan nafsu, Dewi Anjani, Guwarsa, Guwa Resi dan Jembawan segera mengejar benda kadewataan tersebut. Tetapi Cupumanik Astagina seolah-olah mempunyai sayap, lalu melintas di sebuah bukit. Cupumanik tersebut terbelah menjadi dua bagian, jatuh ke tanah dan berubah wujud menjadi telaga. Bagian Cupu jatuh di negara Ayodya menjadi telaga Nirmala, sedangkan tutupnya, jatuh di tengah hutan berubah menjadi telaga Sumala.
Anjani, Guwarsa, Guwa Resi, Jembawan yang mengira Cupu jatuh kedalam telaga, langsung saja mendekati telaga dan meloncat langsung kedalamnya. Suatu malapetaka terjadi, Guwarsa, Guwa Resi dan Jembawan masing-masing berubah wujud menjadi seekor manusia kera. Melihat ada seekor kera dihadapannya, Guwarsa menyerang kera itu karena di anggap menghalang-halangi perjalanannya.
Pertarunganpun tak pelak terjadi, pertempuran seru antara dua saudara yang sudah menjadi kera itu berlangsung seru. Keduanya saling cakar, saling pikul untuk saling mengalahkan. Sementara Jembawan yang memandang dari kejauhan tampak heran melihat dua ekor kera yang bertengkar, namun segala tingkah laku dan pengucapannya sama persis seperti junjungannya Guwarsa dan Guwa Resi. Dengan hati-hati Jembawan mendekat dan menyapa mereka. Merasa namanya dipanggil,mereka berhenti bertengkar. Barulah mereka sadar, bahwa ketiganya telah berubah wujud menjadi seekor kera. Merekapun saling berpelukan, menangisi kejadian yang menimpa diri mereka.
Adapun Dewi Anjani yang berlari-lari datang menyusul. Karena kepanasan, sesampainya di tepi telaga lalau merendamkan kakinya serta membasuh mukanya, maka...wajah, tangan dan kakinya berubah wujud menjadi wajah, tangan dan kaki kera. Setelah masing-masing mengetahui adanya kutukan dahsyat yang menimpa diri mereka. Dengan sedih dan ratap tangis penyesalan, mereka kembali ke pertapaan.
Resi Gotama yang waskita dengan tenang menerima kedatangan ketiga putranya yang telah berubah wujud menjadi seekor kera dan memberi nasehat. Resi Gotama menyuruh mereka untuk pergi bertapa sebagai cara penebusan dosa untuk memperoleh anugerah dewata.
Subali 'tapa ngalong' bergantungan diatas pepohonan seperti kalong (kelelawar besar). Sugriwa 'tapa ngidang' mengembara dalam hutan seperti kijang, sedang Anjani 'tapa ngodhok' berendam di air seperti kodok. Ia tidak makan kalau tidak ada dedaunan atau apapun yang dapat dimakan yang melayang jatuh di pangkuannya, dan untuk melepas rasa haus, ia membasahi mulutnya dengan air embun.
Beberapa tahun berlalu, syahdan Bhatara Guru pada suatu waktu melanglang buana dengan naik lembu Andininya. Ketika melewati telaga Madirda, dilihatnya Andini bertapa berbadan kurus kering, timbul rasa belas kasihannya, maka dipetiknya dedaunan sinom (daun muda pohon asam), dilemparkan ke arah telaga dan jatuh dipangkuan Anjani. Anjanipun memakannya, dan.....ia pun hamil karenanya.
Setelah tiba saatnya bayi yang dikandungnya lahir dalam wujud kera berwarna putih. Bayi itu diberi nama Hanoman, mengacu pada daun sinom pemberian Bhatara Guru yang menyebabkan kehamilan Anjani. Dengan demikian dituturkan bahwa
Hanoman adalah putra Bhatara Guru dan Putri Anjani.
- T A M A T -